Bagaimana Perusahaan Merespon Keluhan

Artikel ini terakhir di perbaharui February 28, 2022 by Yoko Widito
Bagaimana Perusahaan Merespon Keluhan

Zaman dulu sangat sulit bagi konsumen untuk menyampaikan keluhan soal produk dan layanan. Media utama yang dipakai adalah surat pembaca di media cetak. Ruang yang tersedia untuk menyampaikan keluhan sangat terbatas, karena keterbatasan ruang yang disediakan. Kalau pun dimuat, belum tentu ditanggapi serius oleh produsen. Besar kemungkinan keluhan pelanggan itu akan tenggelam begitu saja.

Kini situasinya sudah berubah. Tiap orang punya media sendiri, berupa akun di media sosial. Pesan yang disampaikan bisa menyebar begitu cepat dan luas, kalau berhasil memancing ketertarikan sesama pengguna. Media sosial yang terdiri dari berbagai platform bisa pula terhubung satu sama lain, menambah luasnya ruang bagi informasi untuk tersebar. Sekarang perusahaan harus memberi perhatian serius kepada para pengguna produk dan layanan mereka. Kalau salah menangani, kesan negatif produk dan layanan mereka akan tersebar sangat luas.

Pada umumnya perusahaan memberi respon kalau posting sudah cukup viral. Artinya, sebenarnya banyak keluhan yang tetap tidak ditanggapi, kalau tidak viral. Ini sebenarnya sebuah kesalahan. Perusahaan seharusnya merespon sebelum viral. Bahkan kalau tidak viral sekali pun sangat baik bila direspon. Tapi bagaimana cara untuk tahu adanya keluhan? Dalam dunia sekarang sebenarnya ini bukan soal yang sulit. Perusahaan bisa menciptakan detektor digital yang bisa “keluyuran” di media sosial, mendeteksi keluhan berbasis pada kata kunci. Apalagi biasanya orang membuat posting dengan menambahkan tanda pagar. Sangat mudah untuk mendeteksinya. Tinggal soal mau atau tidak saja.

Lalu bagaimana perusahaan memberi tanggapan? Saya punya beberapa pengalaman dalam menyampaikan keluhan. Tanggapan perusahaan berbeda-beda. Ada yang sehat, ada yang kurang sehat. Ada perusahaan yang fokus untuk memperbaiki mutu produk dan layanan, ada yang cuma fokus untuk membuat agar tidak terus diperbincangkan secara negatif.

Saya pernah membuat keluhan ringan soal pelayanan di bagian penjualan daging di sebuah supermarket. Supermarket ini menjual daging kelas premium untuk steak, yakiniku, dan sebagainya. Pengalaman saya di meat shop, saya bisa minta dipotongkan sesuai kebutuhan saya. Tapi di supermarket tadi pelayannya enggan melakukan hal itu. Saya tulis keluhan kecil soal itu, besoknya store manager mengontak saya, mengabarkan bahwa layanan itu bisa disediakan. Saya diminta untuk tidak ragu meminta layanan  itu kalau berbelanja lagi.

Di lain waktu saya mengeluh soal layanan pengiriman barang oleh perusahaan jasa kurir. Barang yang saya kirim belum diterima penerima, tapi pada status sistem tercatat sudah dikirim. Begitu mendapat informasi itu pihak penyedia jasa segera melacak kiriman dan menemukan bahwa kurir mereka salah memberikan barang ke alamat sebelah, yang kebetulan satu grup. Akhirnya barang dapat dikirim sebagaimana mestinya.

Dalam 2 kasus tadi kedua penyedia jasa lebih fokus pada usaha untuk menyelesaikan masalah yang dikeluhkan, dengan harapan pelanggan mendapatkan layanan yang mereka butuhkan. Fokusnya ada pada usaha untuk menyelesaikan masalah.

Tapi ada perusahaan yang aneh, sebuah bank. Saya mengeluh soal petugas pelayanannya yang datang terlambat saat mengunjungi kami. Terlambatnya lama, dan dia tidak memberi tahu. Akibatnya kami harus menunggu tanpa kejelasan selama 3 jam. Tanggapan pihak bank adalah minta maaf. Tapi yang menjengkelkan, mereka minta agar posting keluhan saya dihapus. 2 pihak yang melakukan hal yang sama, yaitu kepala cabang, dan kepala wilayah (setingkat kabupaten).

Saya katakan, saya ingin tahu apakah keluhan saya itu sudah disikapi secara managerial? Seharusnya mereka sibuk membenahi sistem, untuk memastikan layanan buruk seperti tadi tidak terulang. Saya tanya, apakah sudah ada SOP yang memastikan hal itu tidak terjadi? Jawabannya tidak jelas. Mereka benar-benar hanya fokus pada usaha untuk menghentikan keluhan, bukan menyelesaikannya.

Para pebisnis harus paham soal ini. Fokus Anda adalah bagaimana membuat pelanggan puas, bukan sekadar menghentikan keluhan. Prinsipnya, pelanggan tidak akan mengeluh kalau mereka puas. Berikan layanan yang baik agar Anda tidak perlu mendengar keluhan. Tapi kalau pun masih terdengar keluhan, itu artinya Anda diminta untuk memberikan layanan yang lebih baik lagi. Keluhan pelanggan adalah sumber informasi soal di bagian mana Anda harus meningkatkan mutu produk dan layanan. Jangan tutup saluran yang akan membuat Anda jadi lebih baik lagi.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.