Geger Eiger

Artikel ini terakhir di perbaharui February 1, 2021 by Yoko Widito
Geger Eiger

Eiger, produsen dan pemegang merek peralatan untuk aktivitas pecinta alam (outdoor) menjadi buah bibir warganet. Nama Eiger banyak diperbicangkan melalui berbagai bentuk posting di dunia maya. Sayangnya, perbincangannya tidak bernada positif. Tentu saja ini bukan kejadian yang menggembirakan bagi sebuah produk. Ini bermakna bahwa citra produk tersebut sedang dipelorotkan.

Apa kejadiannya? Ini soal sederhana. Ada youtuber membuat video yang mengulas produk Eiger. Ulasan yang sebenarnya biasa saja, tidak memburukkan, tidak membangun kesan negatif. Meski mungkin kualitas video tersebut tidak sangat bagus, ini sebenarnya sudah merupakan iklan gratis bagi Eiger. Tapi pihak Eiger justru menanggapinya secara negatif. Legal Manager Eiger, entah dengan motivasi apa, menyurati pemilik kanal Youtube itu, memintanya menghapus video tadi, dengan alasan video itu rendah kualitasnya, dan memberi citra negatif pada produk.

Orang-orang yang mengerti soal internet marketing dan perilaku orang di sosial media pasti akan melotot keheranan pada sikap Legal Manager itu. Itu jelas tindakan yang tidak masuk akal. Kecuali, dia memang hendak menghancurkan merek perusahaan tempat dia bekerja. Tindakannya sangat keliru.

Legal Manager tadu melanggar prinsip konsumen adalah raja. Setiap konsumen berhak melakukan apa saja terhadap produk yang dia beli. Dia juga berhak berkata apa saja soal produk itu. Ini prinsip dasar. Artinya, pemilik merek tidak boleh keberatan. Sebenarnya juga tidak perlu keberatan. Untuk apa keberatan? Selama perbincangannya tidak sangat negatif, setiap perbincangan tentang produk adalah keuntungan bagi pemilik produk. Perbincangan meningkatkan kesadaran orang tentang adanya merek itu (brand awareness). Bahkah perbincangan yang sedikit bernada negatif pun sebenarnya masih tetap menguntungkan.

Lalu dia juga melanggar asas terpenting dalam dunia sosial, bahwa ini adalah dunia bebas. Seseorang boleh berkata apapun tentang apapun, selama dia tidak melanggar hukum. Video tadi tidak melanggar hukum apapun. Jadi tidak ada hak pada pihak Eiger untuk memintanya dihapus.

Hal lain yang fatal adalah menggunakan pendekatan hukum terhadap konsumen. Ini sangat fatal. Bahkan bila konsumen salah sekali pun, pendekatan hukum harus dihindari. Gunakan pendekatan lain. Ketika konsumen melakukan kesalahan yang merugikan produsen, dengan pendekatan yang baik, produsen dapat meningkatkan citra prusahaan beserta mereknya. Pendekatan hukum hanya akan membawa hubungan produsen-konsumen ke kancah konflik. Tidak ada kebaikan dalam konflik produsen-konsumen. Apalagi dalam kasus ini pembuat video tidak melakukan kesalahan apapun. Pendekatan yang dilakukan oleh Legal Manager tadi sangat fatal.

Apa yang seharusnya dilakukan? Dalam konteks tadi tidak ada. Kalau seseorang membuat video dengan kualitas buruk, yang dinilai buruk oleh pemirsanya adalah videonya, bukan produk. Kalau pun ada efeknya pada produk, mungkin kecil saja. Ulasan itu setidaknya membuat orang sadar soal eksistensi produk. Nah, produsen buatlah video tentang produk yang sama secara profesional. Penonton yang menjadi sadar soal adanya produk tadi, ketika membutuhkan informasi lebih lanjut, akan mencari sumber informasi resmi. Ia akan menemukan video yang dibuat oleh produsen. Citra produk tidak akan turun.

Bagaimana kalau konsumen memberi ulasan buruk? Bantu konsumen dengan masalah yang ia hadapi. Selesaikan masalahnya, buat dia puas. Pada prinsipnya konsumen tidak dengan sengaja hendak menjelek-jelekkan suatu produk, kalau dia tidak menghadapi masalah. Masalah konsumen mungkin saja bukan masalah produk, melainkan cara pakai yang keliru, atau salah paham terhadap spesifikasi produk. Kalau itu terjadi, berkomunikasilah dengan baik. Komunikasi itu akan memberi banyak masukan pada produsen soal komunikasi produk. Dari situ produsen dapat belajar bagaimana produknya berinteraksi langsung dengan konsumen, dan bagaimana kelak produk itu harus dikomunikasikan.

Bagaimana kalau ulasan buruk dan negatif menjadi viral? Imbangi keburukan dengan kebaikan. Buat penjelasan yang baik, menjawab ulasan buruk tadi. Perusahaan punya dana yang lebih besar untuk membuat konten yang lebih baik daripada konten buatan amatir. Prinsipnya, lawan propaganda dengan propaganda juga. Lawan video dengan video, tulisan dengan tulisan.

Kalau memang ada kesalahan pada pihak produsen, akui dengan jujur, minta maaf, dan perbaiki. Jangan berdalih dengan cara murahan, dengan argumen-argumen yang memberi kesan mau menang sendiri, atau seakan menganggap khalayak itu berisi orang-orang bodoh.

Ini semua sebenarnya hal-hal dasar dalam marketing. Para produsen seharusnya tahu. Kalau belum tahu, belajarlah. Jangan sampai produk Anda jadi bahan kegegeran.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.