Meneropong Pasar Kerja Masa Depan

Artikel ini terakhir di perbaharui March 15, 2021 by Yoko Widito
Meneropong Pasar Kerja Masa Depan

Seorang teman meminta saya menyediakan waktu untuk anaknya yang mau kuliah. Anak ini bingung menentukan jurusan kuliah. Dia minta pendapat saya. “Saya suka matematika. Salah satu jurusan yang saya minati adalah aktuaria. Bagus nggak, Oom?” tanyanya lewat WA. Saya jelaskan bahwa yang dipelajari di juruan aktuaria tidak melulu soal-soal yang terkait matematika. Justru sisi-sisi ilmu sosialnya lebih banyak. “Kalau kamu sanggup belajar ilmu sosial juga, dan menyukainya, kamu cocok di jurusan itu,” jawab saya.

“Prospek ke depannya gimana, Oom? Apakah nanti ada lapangan kerjanya? Ilmu ini tidak hanya untuk bisnis asuransi, kan?” tanyanya. Nah, ini pertanyaan menarik, yang harus saya jawab dengan komprehensif, dan hati-hati. Saya ajak anak teman saya tadi untuk membayangkan masa depan, dan meneropong pasar kerja di masa itu.

Pasar kerja itu dinamis. Itu kenyataan sejak dulu, bukan baru sekarang. Zaman dulu di jurusan teknik elektro, peminatan ke bidang telekomunikasi itu kurang populer. Yang populer di zaman saya kuliah di awal dekade 90-an adalah komputer. Tapi di dekade 2000 dan selanjutnya ternyata pasar kerja untuk bidang komunikasi luar biasa ramai. Di masa ini komunikasi seluler secara massal dimulai, dan bidang itu jadi bisnis besar. Lulusan dari peminatan komunikasi yang tadinya kurang dihargai, justru diburu.

Masih ada banyak lagi contohnya. Intinya, tidak ada kepastian soal prospek kerja di masa depan dengan pertimbangan jurusan kuliah saat ini. Ketidakpastian itu makin membesar di saat sekarang, ketika perubahan terjadi begitu cepat. Contoh sederhana bisa kita lihat di jalan tol. Dulu ketika pembayaran biaya tol masih dalam bentuk tunai, ada berapa orang yang dipekerjakan untuk mengurus uang hasil pembayaran biaya tol itu? Mulai dari petugas penerima, pengangkut, pengawal, pencatat, dan sebagainya. Yang terlibat di situ bukan sekadar pekerja kerah biru, tapi juga orang-orang yang punya ilmu manajemen keuangan, serta security.

Semua itu tiba-tiba berubah ketika pembayaran diubah menjadi digital atau non-tunai. Tidak ada lagi petugas penerima pembayaran. tidak juga perlu lagi tukang hitung, pengangkut, pengawal, dan sebagainya. Sejumlah posisi kerja menghilang dari bisnis jalan tol itu. Hal yang sama terjadi pula pada bank. Dengan maraknya perbankan dalam jaring, kantor cabang menjadi tidak lagi relevan. Bank-bank harus mengurangi cabang-cabangnya.

Karena perubahan yang cepat itu rasanya jadi muskil untuk bicara prospek kerja di masa depan. Bisakah, misalnya, kita bicara soal prospek lulusan jurusan akuntansi di masa depan? Saya tidak mengatakan bahwa di masa depan tidak diperlukan lagi lulusan jurusan akuntansi. Yang akan terjadi, kebutuhannya akan makin menurun. Pekerjaan-pekerjaan administratif yang selama ini ditangani manusia, akan makin banyak dilakukan oleh komputer.

Kembali ke cerita anak teman saya tadi, saya beri tahu dia bahwa tidak terlalu penting benar dia mau belajar apa. Tidak relevan lagi bicara prospek suatu jurusan. Yang sekarang dihitung sebagai yang bagus prospeknya, 5 tahun lagi mungkin sudah tidak laku. Sebaliknya, ada banyak profesi baru yang akan muncul di masa depan, yang sekarang kita belum tahu. Kalau kita belum tahu, tentu kita tidak bisa menghitung prospeknya.

Jadi bagaimana? Saran saya kepada anak-anak muda, bangunlah kemampuan belajar. Jangan bangun tujuan spesifik yang kaku soal kuliah. Tujuan utama kuliah adalah menyiapkan diri untuk belajar mandiri, dan belajar cepat. Ketika kebutuhan pasar berubah, belajarlah hal-hal baru sehingga Anda punya keahlian yang cocok dengan kebutuhan pasar.

Sebenarnya dunia kerja memang selalu berubah. Tugas dari pemberi kerja juga biasa bergeser, sama halnya dengan pasar kerja yang selalu berubah sesuai kebutuhan di masa depan. Itu membuat kita harus terus belajar. Saya, misalnya, berlatar belakang fisika, belajar akuntansi, supply chain, human development, dan sebagainya saat saya sedang bekerja, karena ada kebutuhan. Ada tuntutan pekerjaan. Nah, sekali lagi, perubahan kebutuhan itu akan makin cepat di masa depan. Yang bisa bertahan adalah yang cepat belajar, dan beradaptasi terhadap perubahan.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.