Rumuskan Masalah Dengan Tepat

Artikel ini terakhir di perbaharui October 28, 2021 by Yoko Widito
Rumuskan Masalah Dengan Tepat

Seorang teman saya mengeluh. Ia sedang tertekan. Stress. Tekanan darahnya naik. Saya tanya,”Ada apa, Pak?”

“Perusahaan customer saya bangkrut,” jawabnya.

Saya coba membantu dia. “Ada nggak hal yang bisa Bapak lakukan untuk membuat perusahaan customer tadi tidak bangkrut?” tanya saya.

“Nggak.”

“Kalau begitu, nggak perlu Bapak pikirkan.”

“Lho, nggak bisa, Pak. Gara-gara ini kan nilai sales saya turun.”

“Nah, itu masalah Bapak, yaitu nilai sales Bapak turun. Fokuskan pikiran untuk mengatasi itu. Perusahaan customer bangkrut, itu bukan masalah Bapak,” kata saya menasihati.

Teman saya itu salah dalam mendefinisikan masalahnya. Ia mengira perusahaan customer yang bangkrut adalah masalah dia, padahal bukan. Apa batasan yang bisa jadi panduan kita untuk menentukan sesuatu itu masalah kita atau bukan? Batasannya adalah apakah Anda punya wewenang atau pengaruh untuk mengubah keadaan. Dalam hal perusahaan customer yang bangkrut, kawan saya tadi tidak bisa berbuat apa-apa. Dia peduli, dia khawatir, tapi tidak ada satu tindakan pun yang bisa dia ambil untuk mengubah keadaan itu. Karena itu, dia pikirkan pun tidak menghasilkan solusi. Hasilnya hanya hal-hal negatif seperti tekanan darah tinggi tadi. Ya, memikirkan hal-hal yang kita tidak bisa mengubahnya, hanya menghasilkan frustrasi.

Masalah teman saya tadi adalah nilai sales dia turun. Dalam hal ini dia punya wewenang penuh dan pengaruh besar. Tindakan yang dia ambil dapat mengubah keadaan, dari nilai sales yang rendah menjadi tinggi. Mengeluarkan energi untuk berpikir soal ini bisa menghasilkan tindakan-tindakan produktif, dan tidak memicu stres.

Banyak orang gagal mendefinisikan masalah. Akibatnya, ia tidak bisa bertindak dengan benar. Energi pikirannya tercurah untuk hal-hal yang tidak menghasilkan solusi. Karena itu banyak orang yang bekerja secara tidak efisien. Ia tampak sibuk mengerjakan banyak hal, tapi tidak produktif. Ia memikirkan banyak hal, tapi tidak menghasilkan solusi.

Bagaimana cara merumuskan masalah? Panduan awalnya sudah saya tulis di atas. Tanyalah diri Anda apakah Anda bisa berbuat sesuatu untuk mengubah keadaan. Kalau tidak, maka itu bukan masalah Anda. Jangan pikirkan.

Masalah hanya bisa didefinisikan kalau kita punya data yang lengkap. Data tidak lengkap akan menggiring kita pada rumusan masalah yang keliru. Contohnya, ada satu pasangan suami istri yang belum punya anak. Untuk bisa menentukan apa masalah mereka, dokter harus memersika keduanya. Sebab tidak hamilnya istri bisa datang dari keduanya, dan yang terjadi di antara mereka. Bisa karena istri bermasalah, bisa juga suami bermasalah. Bisa pula karena hubungan seksual mereka bermasalah. Bahkan bisa pula semua hal bermasalah. Fakta-fakta tentang keadaan pasangan itu harus dikumpulkan dengan lengkap.

Sayangnya, dalam kasus kemandulan itu sering kali yang diperiksa dan disoroti cuma perempuan saja. Laki-laki banyak yang tidak mau diperiksa. Karena itu banyak kasus infertilitas yang tidak bisa diatasi, bukan karena kasusnya rumit, tapi karena data yang tersedia untuk merumuskan masalahnya tidak lengkap. Dalam rumusan umum, banyak masalah yang sebenarnya tidak rumit, tapi tidak selesai, karena perumusannya berbasis data yang tidak lengkap. Akibatnya masalah tidak bisa dirumuskan dengan benar.

Nah, bagian ini pun penting. Data tidak lengkap sering kali karena ada bagian yang sebenarnya sumber masalah, tidak dibeberkan dalam perumusan masalah. Dalam kasus infertilitas tadi, misalnya, suami tidak ingin diperiksa. Padahal ia berpotensi jadi sumber masalah. Dalam sistem manajemen sering orang merumuskan masalah kemudian mengambil tindakan-tindakan, tapi masalahnya tak kunjung usai. Sebabnya adalah, sumber masalah sebenarnya disembunyikan. Misalnya, dalam suatu sistem manajemen yang buruk, pimpinan tak mau disalahkan. Sumber masalah sebenarnya ada pada dia, tapi dia tak boleh disentuh. Akibatnya, orang bekerja seperti seseorang yang mencari koin di halaman, padahal koin jatuh di dalam rumah.

Bagi seorang pemimpin atau manajer, perlu ada kejujuran dan keterbukaan untuk membuka semua fakta. Termasuk fakta yang menunjukkan bahwa masalah ada pada dirinya. Bila ada bagian dalam sistem manajemen yang dikecualikan, maka di situ akan banyak masalah yang tidak pernah selesai.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.