Sodorkan Solusi, bukan Wacana

Artikel ini terakhir di perbaharui February 24, 2022 by Yoko Widito
Sodorkan Solusi, bukan Wacana

Saya sering menegur manajer yang bicara tanpa ujung. Ia bicara soal masalah, tanpa kejelasan aksi untuk mengatasinya. Misalnya,”Untuk urusan dokumen A masih belum bisa keluar, karena masih ada syarat X, Y, Z, yang belum dipenuhi.” Titik, sampai di situ saja. Ini disebut omongan tanpa ujung, alias open ended. Ini tidak boleh diucapkan manajer. Sebenarnya ini tak boleh diucapkan oleh siapa pun yang ingin bekerja secara profesional.

Kenapa tidak boleh? Seorang manajer adalah seorang penyelesai masalah (problem solver). Ia bukan sekadar pembawa kabar. Dengan mengatakan “masih ada masalah” ia hanya jadi pembawa kabar. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan oleh seorang manajer.

Yang harus dia ucapkan adalah,”Masih ada masalah pada dokumen A, masih kurang syarat X, Y, Z. Syarat X dan Y akan dilengkapi tanggal sekian, dengan detil rencana pengurusan terlampir, sedangkan syarat Z kita tidak bisa urus sendiri. Saya sudah mengontak konsultan B untuk mengurusnya. Perkiraan selesainya tanggal sekian.”
Pembicaraan jadi tiada ujung ketika seorang manajer hanya menyodorkan masalah. Padahal ia harus bersikap terhadap masalah. Ia harus tahu bagaimana menyelesaikannya, tindakan apa yang harus dilakukan, serta jadwal pelaksanaannya.

Manajer harus menghadirkan rencana aksi untuk menyelesaikan masalah, bukan sekadar menghadirkan masalah. Terlebih, ia tidak boleh melakukan analisis panjang lebar, seperti seorang pengamat. Sekadar analisis berdasarkan dugaan-dugaan. Ia harus menghadirkan solusi.

Hal lain yang juga merupakan kebiasaan bicara yang buruk yang sering dilakukan oleh para manajer adalah bicara tanpa dasar. Dalam materi training sikap dasar untuk para supervisor ditegaskan bahwa dalam melaporkan, laporkan fakta terlebih dahulu. Fakta, fakta, fakta. Opini ditempatkan di belakang, dan seperlunya saja.

Ajaibnya, masih banyak manajer yang lapor dengan opini. “Menurut pendapat saya…………….” Saya sering harus menegur. “Ini bukan rapat dengar pendapat, ya. Yang dibutuhkan adalah fakta. Tugasmu adalah mencari fakta, bukan beropini.”

Banyak orang yang lebih suka mengira-ngira ketimbang mencari fakta. Sepertinya begitu, kayaknya begitu, seingat saya begini. Sering saya potong dengan tegas:”Faktanya bagaimana.”

Pekerjaan para manajer itu kebanyakan adalah pekerjaan yang relatif pasti soal apa yang harus dilakukan. Mereka tidak perlu bereksperimen. Yang perlu mereka lakukan adalah mengetahui fakta-fakta, menganalisis fakta-fakta. dan menyusun daftar tindakan, lalu mengeksekusinya. Ingat, yang dianalisis adalah fakta-fakta, bukan andai-andao. Solusi yang diusulkan juga solusi nyata, yang memang patut dieksekusi berdasarkan kenyataan lapangan dan sumber daya yang dimiliki. Bukan solusi di awang-awang.

Ini adalah hal dasar dalam manajemen. Kalau tidak sanggup melakukant ini, tidak patut jadi manajer.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.