Standar Kerja untuk Menjamin Mutu

Artikel ini terakhir di perbaharui December 22, 2020 by Yoko Widito
Standar Kerja untuk Menjamin Mutu

Salah satu elemen penting untuk menjamin mutu produk dan layanan dalam binis adalah standar kerja. Boleh dibilang, mutu dimulai dari adanya standar. Tanpa standar kerja, mustahil mencapai mutu tertentu. Lebih mustahil lagi untuk melakukan perbaikan atau kaizen. Tokoh penting dalam kaizen Toyota Taiichi Ono berkata,”Di tempat yang tidak ada standar, tidak akan ada kaizen.”

Sayangnya banyak pebisnis yang menganggap remeh standar ini. Bagi mereka standar adalah rumusan yang tidak ada gunanya. Membuatnya hanya membuang waktu. Tidak sedikit pula yang salah kaprah, menganggap standar yang dimaksud adalah dokumen yang bisa dibuatkan oleh orang lain (konsultan). Salah kaprah jenis ini membuat banyak perusahaan membayar konsultan untuk merumuskan standar, yang memang tidak dipakai dalam pekerjaan sehari-hari.

Lalu, standar mana yang benar? Ada sebuah usaha yang menjual jasa penjahitan baju. Ada orang menjahitkan baju di situ, dan merasa puas. Ia kemudian memesan baju yang lain. Tapi kali ini ia tidak mendapat kepuasan seperti saat pertama memesan. Baju yang ia terima kali ini tidak pas di badan. Apa masalahnya?

Ternyata penjahit baju yang pertama dengan penjahit baju yang kedua berbeda orangnya. Penjahit pertama punya teknik yang tidak dimiliki oleh penjahit kedua. Cara mereka menjahit berbeda. Artinya, cara kerja mereka tidak distandarkan.

Di sebuah restoran dijual nasi goreng enak. Tapi nasi goreng itu hanya bisa dibuat oleh tukang masak A. Kalau dibuat oleh tukang masak B, maka hasilnya tidak enak. Kalau A tidak masuk kerja, restoran itu tidak bisa menghidangkan nasi goreng enak. Itu contoh lain.

Hal seperti itu tidak akan kita temukan pada bisnis yang punya standar kerja. Kita membeli ayam goreng di KFC cabang mana pun, rasanya sama. Apa yang membuat rasanya selalu sama? Standar kerja.

standar kerja

Jadi, apa itu standar kerja? Standar kerja adalah petunjuk kerja yang dijadikan panduan untuk setiap pekerja yang mengerjakan pekerjaan tersebut. Tak peduli siapa pekerjanya, berapa umurnya, berapa lama pengalaman kerjanya. Faktor-faktor subjektif seseorang tidak berpengaruh dan tidak boleh berpengaruh pada cara kerjanya. Demikian pula faktor lain seperti lokasi pabrik, organisasi tempat pekerja bernaung, dan sebagainya. Intinya, suatu pekerjaan dikerjakan dengan cara yang sama, dan menghasilkan produk dengan spesifikasi sama.

Bagaimana standar itu dibuat? Standar adalah cara kerja terbaik. Sederhananya, kalau cara menjahit oleh penjahit pertama tadi memuaskan pelanggan, maka semua orang dilatih untuk bisa menjahit dengan cara itu, sampai bisa. Lalu semua orang menjahit dengan cara itu. Jadi sekali lagi, standar bukan rumusan yang direka-reka di atas kertas tentang proses pekerjaan. Standar adalah rekaman dari kerja nyata di lapangan, dan kerja itu merupakan kerja terbaik.

Bagaimana cara membuatnya? Yang paling sederhana adalah dengan mencatat setiap langkah pekerjaan yang terbaik tadi. Setiap langkah dicatat, satu demi satu, dirumuskan dalam bahasa sederhana yang mudah dipahami semua orang. Tidak hanya itu. Ada 3 kunci penting yang juga dicatat dalam setiap langkah kerja itu, yaitu yang memastikan langkah kerja itu menghasilkan produk sesuai standar, yang memastikan keselamatan pekerja, dan trik yang membuat pekerjaan itu menjadi mudah. Langkah-langkah kerja ini digabungkan berurutan sampai semua langkah kerja dicatat. Fokus pencatatan adalah gerak operator, apa yang dilakukan operator.

Tentu saja standar tidak hanya terbatas pada gerak operator saja. Standar secara keseluruhan menjelaskan interaksi operator (dalam hal ini disebut “man”) dengan mesin, material, dalam menjalankan metode produksi. Semua dirangkum dalam urutan terpadu yang menggambarkan seluruh proses kerja.

Di atas sudah disinggung, fungsi utama standar adalah untuk memastikan operator bekerja dengan cara kerja yang sudah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk memastikan tercapainya mutu yang sudah ditetapkan. Standar terhubung secara langsung dengan mutu dalam hubungan sebab akibat. Karena standar diikuti, mutu tercapai. Sebaliknya, ketika standar tidak diikuti, mutu yang diinginkan tidak tercapai.

Fungsi kedua adalah sebagai dasar untuk melatih operator. Operator dilatih untuk bekerja sesuai standar yang sudah ditetapkan. Penilaian kompetensinya dilakukan mengacu pada bisa atau tidaknya ia bekerja mengikuti standar itu.

Fungsi lainnya adalah sebagai panduan audit proses. Audit dilakukan untuk memastikan apakah langkah-langkah untuk menghasilkan produk sesuai standar mutu dipraktikkan atau tidak.

Demikian pula saat ingin dilakukan perbaikan dan peningkatan, kegiatan itu dikakukan dengan mengevaluasi standar yang ada. Standar dievaluasi, apakah ada kekurangan, pemborosan, kelambatan, dan sebagainya. Dari evaluasi itu dirumuskan standar baru, yang lebih baik, yang menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik, atau proses dengan biaya yang lebi rendah.

Standar adalah petujuk kerja baku. Tapi standar bukan rumusan abadi. Standar harus selalu dievaluasi, diperbaiki, dan hasil perbaikan itu diterapkan. Untuk standar berlaku siklus SDCA, standard, do, check, action (adjust) yang paralel dengan siklus PDCA (plan, do, check, action). Dengan cara itu mutu dijaga dan ditingkatkan.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.