Targeting merupakan salah satu keunggulan, atau bahkan privilege utama yang dimiliki oleh digital ads. Anda tidak akan pernah bisa mentarget sekumpulan orang secara spesifik di strategi periklanan manapun, kecuali di dalam digital ads. Tapi pertanyaannya, dari mana platform tersebut mendapatkan data-data tersebut? Bagaimana mereka bisa tahu kalau kita menyukai bidang A, B, atau C?
Mengenal 3 Jenis Data Source
Pertama-tama, targeting tidak akan pernah bisa bekerja tanpa adanya data source yang mencukupi dan reliable.
Seperti yang sudah kita ketahui, semua perangkat teknologi menyimpan data penggunanya. Tidak, bukan untuk memata-matai aktivitas anda sebagai pengguna yang paranoidnya kelewatan. Data tersebut digunakan untuk memberikan pengalaman yang berbeda sesuai dengan kebiasaan masing-masing pengguna.
Misalnya HP anda bisa saja memberi peringatan apabila ada data penggunaan internet yang diluar kebiasaan. Karena ya sesimpel perangkat anda mengumpulkan histori data penggunaan internet setiap hari. Jika perangkat anda dilarang untuk mendapatkan data, maka peringatan semacam ini tidak akan pernah bisa ada.
Data-data ini kemudian disimpan dan digunakan sesuai dengan kebijakan masing-masing aplikasi. Ada aplikasi yang menggunakan data-data tersebut hanya dalam batas penggunaan aplikasi, dan ada yang menggunakannya sekaligus untuk keperluan marketing (seperti menayangkan konten yang sesuai dengan data penggunaan anda).
Ini alasan mengapa anda jangan sembarangan menekan accept atau agree ketika ada pemberitahuan pengelolaan data pengguna. Sebab dari sinilah anda bisa mengetahui bagaimana data anda akan digunakan oleh aplikasi.
Nah, jika aplikasi/platform/website menggunakan data anda untuk keperluan marketing, maka bisa jadi data tersebut digunakan untuk keperluan targeting dalam digital ads. Umumnya, ada 3 jenis metode penggunaan data dalam targeting (berdasarkan dari sudut pandang pengiklan/advertiser.
First Party
First party merupakan data yang dikumpulkan oleh si advertiser sendiri. Data-data ini bisa sangat bervariasi, bergantung dari metode pengumpulan data yang diimplementasikan oleh si advertiser. Berikut beberapa contoh data first party yang biasa digunakan:
- Pengunjung event
- Peserta webinar
- Subscriber newsletter
- Pengunjung website
- Penonton video
- Pembeli e-book
- …dan banyak lagi
Data-data ini bisa dikirimkan ke platform digital dalam bentuk CSV (Comma Separated Value), yang nantinya akan dicocokan dengan data di dalam database platform periklanan.
Contoh Case
Misalnya anda memberikan nomor HP di buku tamu suatu event. Apabila anda juga menggunakan nomor HP yang sama di Facebook atau Gmail, maka bisa saja anda melihat iklan dari penyelenggara event tersebut.
First party data bisa dibilang data yang paling akurat dan paling susah dipalsu. Namun data ini juga paling sulit dikumpulkan karena tidak berdasarkan algoritma.
Second Party
Second party merupakan data yang dikumpulkan oleh platform periklanan, seperti Facebook dan Google. Data ini biasanya dikumpulkan berdasarkan dari pengamatan algoritma mereka.
Misalnya jika anda sering berinteraksi dengan konten makanan, maka anda akan dimasukan ke dalam daftar akun-akun yang menyukai konten makanan. Data Second Party ini yang biasanya menjadi Unique Selling Point dari masing-masing platform.
Google memiliki sumber data yang cukup kuat, yaitu histori pencarian. Data ini bisa anda gunakan ketika menayangkan iklan di Google Ads Search, atau lewat Custom Audience.
Second Party data juga merupakan data yang paling mudah digunakan, mengingat kita tidak perlu mengumpulkan dari nol. Namun, ada kalanya data-data ini kurang akurat, terutama bila berhubungan dengan demografi seperti usia maupun tempat bekerja.
Anda tentu tidak asing dengan akun yang menggunakan data tanggal lahir dan tempat tinggal palsu, atau akun yang menggunakan PT Mencari Cinta Sejati di kolom tempat bekerja. Ini yang membuat data targeting menjadi kurang akurat.
Third Party
Terakhir ada third party data, yang merupakan jenis data yang dihimpun oleh lembaga selain pengiklan dan platform. Beberapa contoh lembaga yang menyediakan data targeting adalah Eyeota dan Nielsen.
Metode mendapatkannya kurang lebih sama seperti metode first party, hanya saja third party biasanya memiliki berbagai macam sumber. Misalnya, bisa saja saya sebagai pemilik website “menjual” data pengguna kepada Eyeota. Data tersebut kemudian dijadikan satu dan dijual kembali kepada advertiser.
Anda bisa menemukan targeting jenis ini di platform programmatic ads seperti StackAdapt atau Criteo
Penggunaan third party data bisa saja melanggar privasi pengguna apabila tidak dilakukan sesuai dengan undang-undang negara setempat.
Untuk negara Indonesia, bisa mengacu ke Undang-undang Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP sebelum menggunakan targeting jenis ini
Second Party Adalah Sumber Data yang Paling Sering Digunakan
Dari antara ketiga tadi mana yang paling sering digunakan? Second Party adalah jenis data yang paling sering digunakan.
Karena mudah, tidak perlu pengetahuan teknis, dan selalu tersedia kapanpun di mana pun.
Kalau anda mempertimbangkan untuk menggunakan first party, alias data anda sendiri, anda akan membutuhkan sistem dan waktu untuk mengumpulkan data. Itu pun anda perlu setidaknya 1000 data untuk bisa digunakan sebagai targeting.
Sedangkan untuk third party, tidak selalu tersedia di semua platform. Selain itu harganya juga mahal, CPM-nya bisa 10x lipat dari CPM biasa atau bahkan lebih tinggi.
Memahami Cara Kerja Targeting
Tidak ada data = tidak bisa ditarget
Saya beberapa kali menemukan klien-klien yang cukup “ngide” saat menyusun strategi digital ads.
Ada beberapa klien yang ingin mentarget orang-orang “berpenghasilan besar”, sedangkan sumber data untuk menentukan audience-audience yang memiliki berpenghasilan besar ini tidak bisa didefinisikan. Siapa coba yang mau membagikan informasi penghasilan mereka ke muka umum?
Kecuali anda berpartner dengan BPJS Ketenagakerjaan, maka anda tidak bisa mendapatkan data seperti ini
Karena itu, anda perlu mencari tahu apakah orang yang ingin anda target itu ada definisi audience-nya atau tidak.
Jangan ngide mau targeting itu itu, tanpa tahu apakah orang-orang tersebut bisa anda definisikan di dalam platform.
Kalau Lookalike itu Masuk Mana?
Lookalike audience termasuk dalam second party data.
Prinsipnya, lookalike audience bekerja dengan cara memanfaatkan base data yang ada lalu dicocokan dengan perilaku dari pengguna yang sudah ada.
Contohnya anda memberikan 1000 data pendaftar webinar ke dalam Facebook, lalu anda menggunakan lookalike 1%.
Maka Facebook akan mencocokan data 1000 orang yang anda berikan, lalu menganalisa kumpulan audience tersebut.
Katakanlah dari 1000 data tersebut, 70%-nya menyukai dunia digital marketing. Maka Facebook akan mencari orang-orang serupa yang memiliki ketertarikan dunia digital marketing dengan tingkat toleransi sebesar 1%.
Tentu saja lookalike audience menggunakan kombinasi dari berbagai interest, sehingga memastikan anda menjangkau audience yang paling relevan dengan usaha yang minimal.
Jadi, Apakah Targeting Anda Sudah Sesuai?
Dengan membaca artikel ini, anda seharusnya sudah paham bagaimana data targeting ditentukan dalam digital ads. Dan sudah seharusnya anda tidak ngide-ngide targeting atau bingung mau mentarget audience yang seperti apa.
Perlu diingat, bahwa beda platform bisa beda juga metode pengambilan datanya. Tidak semua platform memiliki algoritma yang sama untuk menentukan sebuah tema dari kumpulan konten. Konten financial bisa saja terbaca sebagai entertainment. Pahami terlebih dahulu bagaimana platform menggunakan data pengguna, barulah anda bisa menerapkan targeting yang paling sesuai.