Mencegah Karir Mentok

Artikel ini terakhir di perbaharui March 20, 2022 by Yoko Widito
Mencegah Karir Mentok

Karir mentok artinya karir tidak bertambah maju, jabatan tidak naik, pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pekerjaan juga tidak bertambah. Idealnya, setelah bekerja selama periode tertentu seseorang akan menyerap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Ia menjadi orang yang lebih ahli dan terampil. Seiring dengan itu, ia mendapat kenaikan jabatan atau gaji. Tapi tidak sedikit orang yang mentok, tidak mendapat tambahan pengetahuan/keterampilan, tidak pula mendapat kenaikan jabatan/gaji.

Tanda karir mentok itu ada yang sederhana, ada yang rumit. Yang sederhana adalah, Anda mengerjakan hal yang sama, dengan cara yang sama, dan mendapat imbalan yang sama. Ciri lain, Anda terus mengerjakan pekerjaan berbasis pada suruhan, tidak ada pola, sekadar menuruti pemberi perintah.

Kenapa karir seseorang bisa mentok? Kita bisa ibaratkan seseorang yang bekerja seperti sedang berjalan di suatu tempat. Ia bisa berjalan dengan 2 syarat, yaitu adanya jalur tempat berjalan, dan ia sendiri membuat gerakan berjalan. Kalau salah satu saja dari kedua syarat itu tidak tersedia, maka karir seseorang akan mentok.

Jalur yang dimaksud adalah jenjang karir. Tempat kerja yang baik adalah yang sistem organisasinya baik. Organisasi punya struktur yang jelas, jenjang dalam struktur itu juga jelas. Jelas juga hirarki struktur dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Seseorang yang berada di bagian bawah struktur akan bergerak naik, kalau ia sudah memenuhi kriteria kompetensi. Kenaikan jabatan juga ditentukan oleh ketersediaan posisi lowong di atasnya. Biasanya kenaikan jabatan tergantung pada kekosongan akibat adanya orang-orang yang pensiun. Tapi dapat juga terjadi karena organisasi berkembang, sehingga terbentuk posisi-posisi baru dalam struktur organisasi untuk diisi.

Pada tempat kerja yang buruk sistem organisasinya, struktur yang jelas tadi tidak ada. Orang tidak punya tempat yang mau dituju. Ia seperti disuruh berdiri di suatu tempat, tidak bisa berjalan ke mana pun. Ia hanya bisa jalan di tempat. Organisasi tidak memikirkan atau merencanakan jangka panjang. Orang direkrut hanya untuk melakukan suatu jenis pekerjaan, dan diharapkan akan terus begitu.

Ada pula organisasi yang punya struktur dan jenjang karir. Tapi mekanisme untuk menapaki jenjang itu tidak transparan, atau tidak beraturan. Tidak ada sistem penilaian yang jelas. Orang dinaikkan berdasar atas faktor suka atau tidak suka.

Itu adalah contoh-contoh organisasi yang buruk. Kalau Anda masuk ke organisasi seperti itu, artinya Anda pasti akan mentok. Ibaratnya tadi, bagi Anda tidak tersedia jalur untuk dilewati. Atau, jalur yang ada memungkinkan orang lain melakukan penyerobotan. Untuk menghindari karir mentok, lakukan pengecekan secara teliti saat Anda mengikuti proses seleksi. Kumpulkan informasi tentang jenjang karir, sistem pembinaan dan sistem evaluasi di organisasi tersebut. Lakukan pula observasi dan evaluasi di masa awal kerja, untuk memastikan bahwa Anda berada di organisasi yang sehat.

Penyebab lain adalah si pekerja yang memang tidak mau maju. Ibaratnya, bagi dia tersedia jalan yang bisa dilalui, tapi dia tidak berminat untuk bergerak maju. Ia pasrah pada nasib, jalan di tempat. Banyak orang bermental seperti ini. Ia menganggap mendapat pekerjaan itu adalah akhir perjalanan hidupnya. Yang penting sudah bekerja. Soal selanjutnya tak ia pikirkan.

Ada pula yang sebenarnya ingin meningkat karirnya, tapi enggan berkorban untuk mengusahakannya. Ia hanya menunggu, berharap pihak-pihak lain yang memindahkan dia dari satu jenjang ke jenjang lainnya. Atau, ia berharap keajaiban-keajaiban yang mengubah keadaan, bukan dirinya.

Ciri orang yang demikian adalah tidak memiliki rencana karir. Rencana karir adalah seperangkat target berbasis rentang waktu, soal posisi apa akan dicapai kapan. Tentu saja mencapai posisi itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Karena itu, membuat rencana karir pada dasarnya adalah membuat rencana belajar.

Bagi seorang karyawan perlu menyadari bahwa ia harus menjalani karirnya dengan peningkatan. Ia harus mempersiapkan diri untuk peningkatan. Tidak hanya itu. Ia juga harus menyiapkan pengorbanan-pengorbanan untuk menjalani peningkatan itu. Ibarat orang mau naik tangga, harus keluar tenaga.

Hal-hal ini terdengar sederhana. Tapi ketahuilah bahwa hal sederhana ini pun sering kali tidak disadari oleh banyak orang.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.