Laporan “Krompyang”

Artikel ini terakhir di perbaharui March 20, 2022 by Yoko Widito
Laporan “Krompyang”

“Krompyang” adalah tiruan terhadap bunyi panci atau peralatan dapur yang jatuh. Bunyinya keras, mencerminkan suasana berantakan yang dihasilkannya. Bunyi “krompyang” itu hanyalah suara berisik, tak punya makna. Lalu apa hubungannya dengan laporan.

Laporan adalah penyampaian informasi, biasanya kepada atasan. Berdasarkan informasi itu seorang atasan bisa berpikir untuk membuat keputusan selanjutnya. Ia akan menentukan tindakan apa yang akan diambil terhadap situasi yang dilaporkan. Bila yang dilaporkan situasi darurat, ia harus mengambil tindakan darurat. Bisa pula tindakan yang harus dia ambil itu berupa tindakan strategis, atau reguler saja. Pada intinya, sebuah laporan harus berisi informasi yang bisa dipakai untuk membuat keputusan.

Laporan “Krompyang” adalah laporan yang hanya ada bunyinya, tapi informasi yang dibawanya tidak bisa dipakai untuk berpikir dan memutuskan tindakan. Bunyi yang dihasilkan jadi tidak ada maknannya. Persis seperti bunyi panci jatuh tadi. Laporan yang tidak berisi informasi yang bisa dipakai untuk membuat keputusan fungsinya sama seperti bunyi-bunyi lain, baik bunyi panci jatuh, maupun anjing melolong. Tak ada gunanya.

Kenapa laporan menjadi tak berguna? Laporan menjadi tak berguna bila informasinya tak memenuhi syarat “3C”, yaitu “confirmed, correct, clear”. Sering seorang atasan menerima laporan yang basisnya adalah “kira-kira”. Laporan harus berisi fakta, bukan opini. Pelapor harus memastikan, bahwa yang ia laporkan itu fakta yang terkonfirmasi. Jangan melapor berbasis “katanya”.

“Correct” bermakna sejajar dengan “confirmed”, yaitu benar isinya. Kalau pelapor menyajikan data, ia harus menyajikannya bebas dari kesalahan yang menyesatkan. Satu kesalahan ketik saja bisa membuat informasi jadi keliru secara fatal. Maka hindarkan kesalahan pemuatan data, kesalahan penulisan, salah sebut, dan sebagainya.

“Clear” artinya jelas. Laporan disajikan dalam format yang mudah dipahami. Pastikan jelas soal 5W1H dalam laporan, yaitu “what, who, when, where, why, how, how much”. Jelas data mengenai subjek yang dilaporkan, jelas pula penataan data itu sehingga mudah dipahami. Dalam hal laporan bersifat tertulis, tampilkan data secara visual, sehingga mudah diikuti dan dipahami.

Ada tambahan lain, yaitu “consice”, yaitu ringkas. Sampaikan laporan secara ringkas, tidak bertele-tele. Agar laporan ringkas, isinya harus mengikuti sistematika struktur standar. Laporan harus mengandung ringkasan, pendahuluan, isi, dan penjelasan detil, ditutup dengan kesimpulan. Laporan lisan yang singkat dimulai dengan penyampaian inti masalah, kemudian diikuti dengan penjelasan sesuai kebutuhan. Yang terpenting, jangan memenuhi laporan dengan opini atau persepsi.

Hanya laporan dengan kualitas seperti itu yang akan ada manfaatnya. Laporan yang disajikan asal-asalan, hanya jadi keberisikan yang sampai ke telinga atasan, atau tumpukan kertas/file digital yang tidak punya makna. Persis seperti bunyi panci jatuh. Kita tak ingin mendengarnya, tapi masuk begitu saja ke kuping kita.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.