Memimpin Orang yang Lebih Tinggi

Artikel ini terakhir di perbaharui November 11, 2021 by Yoko Widito
Memimpin Orang yang Lebih Tinggi

Pola pikir umum soal kepemimpinan adalah yang lebih tinggi yang memimpin. Yang tua memimpin yang muda. Yang senior, sudah lama bekerja, memimpin orang baru. Yang lebih ahli, memimpin pemula. Tapi sebenarnya tak jarang kasusnya terbalik. Yang muda harus memimpin yang usianya lebih tua. Yang baru masuk harus memimpin yang sudah lama. Yang masih baru harus memimpin yang sudah ahli.

Kok bisa? Memangnya ada? Ada banyak kasusnya. Orang muda harus memimpin yang lebih tua adalah hal yang cukup lazim. Letnan dua lulusan Akademi Militer memimpin sersan yang usianya lebih tua itu biasa. Engineer muda memimpin teknisi yang lebih tua juga biasa. Dalam hal ini seseorang memimpin karena ia memiliki keahlian yang diperoleh melalui “jalan pintas”, yaitu pendidikan. Yang ia pimpin mendapat skill dari pengalaman saja, yang biasanya cakupannya tidak luas, dan perlu waktu lama untuk mendapatkannya. Dalam hal ini masalahnya hanya soal umur.

Ada pula orang yang baru masuk, harus memimpin orang lama. Orang lama biasanya lebih menguasai lapangan, punya hubungan erat dengan orang-orang, dan paham seluk-beluk sejarah pekerjaan. Ia bisa jadi saingan atau sandungan bagi orang baru. Secara psikologis ia merasa lebih, meskipun orang baru itu lebih kompeten.

Yang lebih rumit, seseorang harus memimpin orang yang lebih kompeten. Kenapa bisa begitu? Ini bukan soal kolusi atau nepotisme. Bila itu kasusnya, kita tak perlu membahasnya. Ini soal profesional. Di dunia profesional, itu bisa terjadi. Saya pernah memimpin sebuah tim purchasing, berisi orang-orang yang sudah lama berkecimpung di dunia itu. Saya sendiri punya pengalaman, tapi tidak lama. Salah satu anggota tim saya itu benar-benar seseorang yang sudah ahli, kemampuannya jauh lebih tinggi dari saya. Tapi kenapa saya yang memimpin? Itu karena saya berada di holding, mereka di anak perusahaan. Tugas saya tidak untuk mengonntrol kerja mereka, tapi memimpin untuk koordinasi, agar dicapai sinergi antarperusahaan.

Apa yang harus diperhatikan dalam situasi itu? Pertama, jangan kehilangan kepercayaan diri. Anda diminta memimpin, maka Anda adalah pemimpin. Jangan kehilangan kendali karena Anda minder. Yakinlah bahwa Anda jadi pemimpin karena memang mampu. Selanjutnya hanya soal bagaimana menangangi situasi.

Kalau Anda memimpin orang yang lebih tua, tapi dari sisi keahlian Anda lebih tinggi, itu soal yang relatif mudah. Tunjukkan saja keahlian Anda, terapkan dalam pekerjaan. Itu sudah cukup. Selebihnya tinggal soal bersopan santun kepada yang lebih tua. Tapi kalau dia merasa lebih ahli, Anda harus menegaskan posisi, bahwa Anda lebih ahli dari dia. Itu bagian yang sangat penting. Secara objektif tidak sulit untuk menunjukkan bahwa Anda lebih ahli. Caranya, bekerjalah dengan benar. Tidak perlu secara khusus memamerkan keahlian Anda sekadar untuk mendapat pengakuan.

Bagaimana dengan memimpin orang lama? Ini pun sebenarnya tidak terlalu rumit. Kuncinya sekali lagi dengan memastikan bahwa Anda bisa menguasai lapangan. Hal-hal yang tak terlalu teknis seperti jaringan dan sejarah bisa dikuasai dengan cepat. Gunakan masa adaptasi untuk dengan cepat menguasai itu semua. Tapi sekali lagi, yang terpenting tetap kemampuan Anda melaksanakan pekerjaan. Soal jaringan dan sejarah tadi cuma soal sampingan.

Dalam hal jaringan, Anda perlu luwes untuk mengambil hati orang-orang lama. Kukuhkan kepemimpinan Anda dengan kinerja, perlakukan mereka dengan baik. Itu sudah cukup banyak menyelesaikan masalah.

Yang agak rumit adalah memimpin orang yang lebih ahli. Yang harus Anda lakukan adalah menempatkan diri secara patut. Sadari bahwa dia memang lebih ahli, beri dia porsi kerja yang sesuai dengan keahliannya. Jangan mencoba menyaingi dia dalam soal keahlian. Tapi Anda punya hal lain yang dia tidak punya, yaitu posisi dan wewenang. Gunakan keunggulan itu secara bijak.

Ketika saya memimpin tim yang anggotanya lebih ahli, saya tidak memposisikan diri sebagai superior. Saya tegaskan bahwa mereka lebih ahli, tugas saya adalah merangkum agar mereka bisa bekerja sama sebagai sebuah tim baru. Biarkan mereka bekerja sesuai keahlian masing-masing. Saya hanya memberikan arah dan meminta mereka mengikuti arah itu. Saya juga tegaskan bahwa arah itu adalah kebijakan organisasi, bukan preferensi saya.

Inti kepemimpinan sebenarnya adalah memahami dengan baik kekuatan setiap anggota yang kita pimpin, dan merangkum kekuatan itu menjadi kekuatan sinergi yang lebih besar. Peran kita tergantung pada bagaimana komposisi anggota. Ada kalanya kita harus menggunakan dan memamerkan skill teknis. Tapi ada pula saatnya kita hanya perlu menjadi dirigen atas orang-orang yang sudah ahli. Kemampuan memilah peran yang tepat akan menjadi kunci kesuksesan Anda dalam memimpin.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.