Filosofi Bisnis Konosuke Matsushita

Artikel ini terakhir di perbaharui March 2, 2021 by Yoko Widito
Filosofi Bisnis Konosuke Matsushita

Dunia mengenal Matsushita sebagai entitas korporasi maupun dalam bentuk produk-produknya. Matsushita adalah raksasa bisnis elektronika melalui merek dagang National dan Panasonic. Di Indonesia melalui rekan bisnisnya Thayeb Mohammad Gobel produk Matsushita berupa radio transistor sudah dikenal orang banyak sejak tahun 1970-an. Matsushita tidak berhenti hanya pada bisnis elektronika. Ada banyak lagi bisnis yang digarap oleh perusahaan ini, seperti komunikasi, energi, properti, dan sebagainya.

Matsushita didirikan oleh Konosuke Matsushita. Ia adalah sosok yang kharismatis. Salah satu ucapan dia yang terkenal adalah “Perusahaan yang memproduksi barang adalah perusahaan yang mengasuh manusia” (mono wo tsukuru kaisha wa hito wo sodateru kaisya). Artinya dia menempatkan manusia sebagai sentral dalam pengembangan perusahaan/bisnisnya. Itulah yang dia tunjukkan dalam berbagai episode kehidupannya.

Ada cerita yang sudah cukup sering ditulis di sana sini, tentang bagaimana Matsushita memilih untuk tidak mengurangi karyawan saat krisis ekonomi yang sangat dahsyat tahun 1929. Ia mengurangi produksi dengan mengurangi jam kerja karyawan, dan tetap membayar upah mereka. Dengan cara itu ia menjamin karyawan dan keluarganya bisa tetap bertahan hidup di tengah krisis. Di kemudian hari para karyawan yang dia selamatkan ini menyelamatkan dirinya. Saat Jenderal Mc Arthur menguasai Jepang, dia menahan banyak pengusaha yang terlibat dalam produksi senjata selama perang. Sebagian dari pengusaha ini melakukan hal itu karena terpaksa, di bawah tekanan rezim militer. Matsushita termasuk di antaranya. Tapi para karyawan yang diselamatkan tadi membuat petisi, meminta Matsushita dibebaskan. Akhirnya petisi ini dikabulkan.

Ada lagi cerita menarik yang saya dengar melalui sebuah stasiun TV Jepang. Suatu hari Matsushita hendak menghadiri sebuah pertemuan Dunia mengenal Matsushita sebagai entitas korporasi maupun dalam bentuk produk-produknya. Matsushita didirikan oleh Konosuke Matsushita. Ia adalah sosok yang kharismatis.penting. Iya hendak menggunakan mobil, tapi sopirnya belum datang. Ia menunggu cukup lama sampai akhirnya sopir itu datang. Akibatnya ia terlambat sampai ke tempat pertemuan. Matsushita marah besar dengan kejadian ini. Ia mengumumkan bahwa kejadian ini memalukan dan tak boleh terulang. Agar tak terulang, harus ada yang dihukum potong gaji (kalau tak salah potong sebulan gaji). Siapa yang dihukum? Ketika keputusan diumumkan, banyak orang terkejut. Ternyata Matsushita sendirilah yang dipotong gajinya. “Yang terlambat hadir di pertemuan itu saya, bukan sopir saya. Saya punya kewajiban mencari jalan agar tidak terlambat ketika sopir saya berhalangan,” begitu alasan yang dia berikan.

Di saat lain diceritakan Matsushita sedang mengamati pengunjung yang antri hendak masuk ke sebuah museum Panasonic. Terjadi antrian panjang di bawah cuaca yang cukup panas. Karena kasihan melihat pengunjung yang kepanasan itu, Matsushita mengambil beberapa lembar pamflet Panasonic, lalu membuat topi dengan kertas pamflet itu, lalu membagikannya ke pengunjung. Hal ini kemudian ditiru oleh para stafnya. Ternyata ada efek yang tak lazim dari kegiatan ini. Topi kertas berlogo Panasonic itu tetap dipakai pengunjung dalam perjalanan pulang, sehingga menjadi semacam media iklan. Kemudian pihak museum secara resmi menyediakan topi kertas berlogo Panasonic.

Apa yang bisa kita pelajari dari Konosuke Matsushita? Berbisnis bukan sekadar soal membuat barang, lalu mmenjualnya untuk menghasilkan laba. Berbisnis adalah membangun kemanusiaan. Mendidik manusia untuk bisa bekerja, bertanggung jawab, dan melayani manusia lain. Itu yang dia contohkan dalam berbagai cerita di atas.

Hasanudin Abdurakhman
Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Fisika FMIPA UGM, kemudian melanjutkan studi di bidang Applied Physics di Tohoku University hingga selesai studi Doktoral. Meniti karir sebagai peneliti di Kumamoto University dan Tohoku University. Saat ini berkarir sebagai eksekutif perusahaan Jepang di Jakarta selama 13 tahun terakhir.