Mengapa Laporan Google Ads dan Google Analytics Tidak Sama?

Artikel ini terakhir di perbaharui March 8, 2024 by Yoko Widito
Mengapa Laporan Google Ads dan Google Analytics Tidak Sama?

Anda tentu pernah membandingkan laporan Google Ads dengan Google Analytics, dan anda menemukan bahwa angkanya tidak sama (bahkan beda cukup jauh). Tentu ini mengundang pertanyaan, padahal dua-duanya sama-sama produk Google. Apa yang membuat keduanya berbeda, dan mana yang lebih benar?

Cara Kerja Laporan

Sebelum membahas lebih dalam, anda harus mengetahui bahwa cara kerja keduanya berbeda. Analytics merupakan software analisa dan atribusi yang dikeluarkan oleh Google, sedangkan Google Ads adalah solusi beriklan yang juga disediakan oleh Google. Keduanya memiliki fungsi yang sangat berbeda.

Karena perbedaan fungsi tadi, maka logika dibalik pengumpulan datanya juga berbeda. Misalnya, Google Analytics juga menghimpun data yang masuk dari sumber lain (seperti Meta atau referral link) sedangkan Google Ads tidak.

Hal ini yang juga menyebabkan perbedaan data yang jauh dari Google Analytics dengan Meta Ads, apalagi jika anda hanya mengandalkan UTM

Google Ads

Google Ads merekam data hanya ketika cookie AW- atau gclid tertrigger dari client/server side. Cookie ini akan terus aktif dan hanya akan tertimpa dengan nilai lain apabila ada data baru yang berasal dari cookie AW- tadi. Data tidak akan tertimpa jika berasal dari cookie lain (seperti fbclid).

Data Google Ads

Data juga hanya akan didistribusikan di dalam ekosistem Google Ads. Artinya, data tidak akan diberikan ke luar seperti ke Facebook atau ke sumber traffic lain. Inilah penyebab utama mengapa data di Google Ads menjadi berbeda dari yang lain. Paid ads juga memiliki sistem atribusi view based, artinya meskipun user tidak berinteraksi dengan ads (hanya melihat saja) namun melakukan konversi, maka poinnya akan diklaim.

Contoh kasus

  1. User mengunjungi website dari Google Ads campaign ID 18476376193
  2. Lalu user melakukan exit tanpa melakukan konversi apapun
  3. User kemudian mengunjungi lagi melalui organic search (tidak ada perubahan data, karena tidak melalui Google Ads)
  4. User melakukan exit lagi (kedua kalinya exit) tanpa melakukan konversi apapun
  5. User masuk lagi melalui Google Ads campaign ID 18954143504 (di sini terjadi perubahan data, karena sumbernya sama-sama google ads)
  6. User melakukan exit tanpa konversi
  7. User lalu kembali dari strategi retargeting email marketing
  8. User akhirnya melakukan konversi

Jika kita menggunakan atribusi default bawaahn Google Ads, maka campaign ID 18954143504 lah yang akan mendapatkan poin konversi terbesar, bahkan meskipun user melakukan konversinya tidak melalui Google Ads. Ini yang harus menjadi catatan anda.

Google Analytics

Sedangkan Google Analytics mengumpulkan data dari cookie G- (GA4) atau cookie UA- (GA3/UA) yang tertrigger dari client/server side. Cookie ini aktif dan saling menimpa data, tidak peduli dari manapun asalnya (mau dari ekosistem Google atau pun tidak).

Contoh Data Google Analytics

Jika kita mengacu ke contoh kasus yang sama di atas, maka poin konversi akan sepenuhnya diberikan kepada email marketing. Karena di poin itulah konversi terjadi.

Ini yang kemungkinan membuat anda bingung, sebab ketika anda cek semua platform mengklaim poin konversinya masing-masing. Sehingga anda pun tidak tahu channel mana yang harusnya dioptimalkan.

Namun Google Analytics sebenarnya mendukung multi attribution setup, sehingga anda tetap bisa menganalisa persenan dari setiap channel yang berakhir pada konversi. Jenis atribusi itu adalah: Time Decay, Linear, Position Based, dan Data Driven. Untuk bisa menggunakannya dengan baik, anda perlu menguasai semua jenis dimensi dan metrik yang masuk dalam kategori session scope. Namun Google Analytics tidak pernah memiliki atribusi view-through conversions (konversi yang datang dari impressions, tanpa interaksi)

Multi Attribution Report Google Analytics

Lalu, Bagaimana Baiknya?

Sebagai seorang marketer, anda diwajibkan memahami bagaimana user journey anda (tidak hanya sebatas di awareness – consideration – conversion – advocacy, namun juga di level bagaimana user anda memahami bisnis anda).

Perlu diingat user bisa saja mencari informasi di luar website atau aplikasi anda (touchpoint ini tidak akan terbaca di software analisa manapun), seperti dari akun social media atau dari reviewer.

Lalu bagaimana? Anda punya 2 pilihan:

  1. Latih kepekaan anda terhadap perilaku user, sehingga anda bisa membuat prediksi maupun probabilitas berdasarkan dari data yang anda miliki – membutuhkan pengetahuan marketing yang tinggi
  2. Ganti software lain yang memiliki kemampuan profiling yang lebih baik daripada Google Analytics, lalu integrasikan semua tracking ke sana (tidak boleh ada yang berdiri sendiri) – membutuhkan pengetahuan teknis yang tinggi

Silahkan anda tentukan mana yang merupakan forte anda. Tentu tidak ada yang salah dari pilihan yang anda ambil, karena ujung-ujungnya mau sehebat apapun anda menganalisa, hasil akhir (pertumbuhan bisnis, profit, revenue, dll) tetap yang utama.

Kesimpulan

Ketika ada angka yang berbeda dari sebuah platform, belum tentu masalahnya terjadi di sistem anda. Bisa jadi memang sistem dan logikanya berbeda, sehingga data yang disajikan juga tidak mungkin sama. Selalu pelajari terlebih dahulu bagaimana tools yang anda gunakan bekerja, barulah anda mulai mengumpulkan data. Jika tidak, bukan tidak mungkin anda mengintepretasikan angka yang tidak sesuai dengan semestinya.

Dwinandha Legawa
Digital Marketer focused on Digital Ads since 2019 and He has continuously spread awareness about how Digital Advertising should work for everyone's businesses, also loved to debunk misleading myths, which specialized in Facebook and Google Ads.